`Umar Ibn al-Khattab adalah khalifah
kedua, dan mungkin terbesar dari semua khalifah Islam. Dia sejaman namun lebih
berusia muda ketimbang Nabi Muhammad. Dan seperti juga Muhammad, dia kelahiran
Mekkah. Tahun kelahirannya tidak diketahui, tetapi menurut taksiran
tahun-586.
Asal-muasalnya `Umar Ibn al-Khattab
merupakan musuh yang paling ganas dan beringas, menentang Muhammad dan Agama
Islam habis-habisan. Tetapi, mendadak dia memeluk agama baru itu dan berbalik
menjadi pendukung gigih. (Ini ada persamaannya yang menarik dengan ihwal St.
Paul terhadap Kristen). `Umar Ibn al-Khattab selanjutnya menjadi penasihat
terdekat Nabi Muhammad dan begitulah dilakukannya sepanjang umur Muhammad.
Tahun 632 Muhammad wafat, tanpa
menunjuk penggantinya. Umar dengan cepat mendukung Abu Bakr sebagai pengganti,
seorang kawan dekat Nabi dan juga mertua beliau. Langkah ini mencegah ada
kekuatan dan memungkinkan Abu Bakr secara umum diakui sebagai khalifah pertama,
semacam "pengganti" Nabi Muhammad. Abu Bakar merupakan pemimpin yang berhasil
tetapi beliau wafat sesudah jadi khalifah hanya selama dua tahun.
Tetapi, Abu Bakr menunjuk `Umar jadi khalifah tahun 634 dan memegang kekuasaan hingga tahun 644 tatkala dia terbunuh di Madinah oleh perbuatan seorang budak Persia. Di atas tempat tidur menjelang wafatnya, `Umar menunjuk sebuah panita terdiri dari enam orang untuk memilih penggantinya. Dengan demikian lagi-lagi kesempatan adu kekuatan untuk kekuasaan terjauh. Panitia enam orang itu menunjuk `Uthman selaku khalifah ke-3 yang memerintah tahun 644-656.
Tetapi, Abu Bakr menunjuk `Umar jadi khalifah tahun 634 dan memegang kekuasaan hingga tahun 644 tatkala dia terbunuh di Madinah oleh perbuatan seorang budak Persia. Di atas tempat tidur menjelang wafatnya, `Umar menunjuk sebuah panita terdiri dari enam orang untuk memilih penggantinya. Dengan demikian lagi-lagi kesempatan adu kekuatan untuk kekuasaan terjauh. Panitia enam orang itu menunjuk `Uthman selaku khalifah ke-3 yang memerintah tahun 644-656.
Dalam masa kepemimpinan sepuluh
tahun `Umar itulah penaklukan-penaklukan penting dilakukan orang Arab. Tak lama
sesudah `Umar pegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah, pasukan Arab menduduki
Suriah dan Palestina, yang kala itu menjadi bagian Kekaisaran Byzantium. Dalam
pertempuran Yarmuk (636), pasukan Arab berhasil memukul habis kekuatan
Byzantium. Damaskus jatuh pada tahun itu juga, dan Darussalam menyerah dua tahun
kemudian. Menjelang tahun 641, pasukan Arab telah menguasai seluruh Palestina
dan Suriah, dan terus menerjang maju ke daerah yang kini bernama Turki. Tahun
639, pasukan Arab menyerbu Mesir yang juga saat itu di bawah kekuasaan
Byzantium. Dalam tempo tiga tahun, penaklukan Mesir diselesaikan dengan
sempurna.
Penyerangan Arab terhadap Irak yang
saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Persia telah mulai bahkan sebelum
`Umar naik jadi khalifah. Kunci kemenangan Arab terletak pada pertempuran
Qadisiya tahun 637, terjadi di masa kekhalifahan `Umar. Menjelang tahun 641,
seseluruh Irak sudah berada di bawah pengawasan Arab. Dan bukan cuma itu:
pasukan Arab bahkan menyerbu langsung Persia dan dalam pertempuran Nehavend
(642) mereka secara menentukan mengalahkan sisa terakhir kekuatan Persia.
Menjelang wafatnya `Umar di tahun 644, sebagian besar daerah barat Iran sudah
terkuasai sepenuhnya. Gerakan ini tidak berhenti tatkala `Umar wafat. Di bagian
timur mereka dengan cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka mendesak
terus dengan pasukan menyeberang Afrika Utara.
Sama pentingnya dengan makna
penaklukan-penaklukan yang dilakukan `Umar adalah kepermanenan dan kemantapan
pemerintahannya. Iran, kendati penduduknya masuk Islam, berbarengan dengan itu
mereka memperoleh kemerdekaannya dari pemerintahan Arab. Tetapi Suriah, Irak dan
Mesir tidak pernah peroleh hal serupa. Negeri-negeri itu seluruhnya di-Arabkan
hingga saat kini.
`Umar sudah barangtentu punya
rencana apa yang harus dilakukannya terhadap daerah-daerah yang sudah
ditaklukkan oleh pasukan Arab. Dia memutuskan, orang Arab punya hak-hak istimewa
dalam segi militer di daerah-daerah taklukan, mereka harus berdiam di kota-kota
tertentu yang ditentukan untuk itu, terpisah dari penduduk setempat. Penduduk
setempat harus bayar pajak kepada penakluk Muslimin (umumnya Arab), tetapi
mereka dibiarkan hidup dengan aman dan tenteram. Khususnya, mereka tidak dipaksa
memeluk Agama Islam. Dari hal itu sudahlah jelas bahwa penaklukan Arab lebih
bersifat perang penaklukan nasionalis daripada suatu perang suci meskipun aspek
agama bukannya tidak memainkan peranan.
Keberhasilan `Umar betul-betul
mengesankan. Sesudah Nabi Muhammad, dia merupakan tokoh utama dalam hal
penyerbuan oleh Islam. Tanpa penaklukan-penaklukannya yang secepat kilat,
diragukan apakah Islam bisa tersebar luas sebagaimana dapat disaksikan sekarang
ini. Lebih-lebih, kebanyakan daerah yang ditaklukkan dibawah pemerintahannya
tetap menjadi Arab hingga kini. Jelas, tentu saja, Muhammadlah penggerak
utamanya jika dia harus menerima penghargaan terhadap perkembangan ini. Tetapi,
akan merupakan kekeliruan berat apabila kita mengecilkan saham peranan `Umar.
Penaklukan-penaklukan yang dilakukannya bukanlah akibat otomatis dari inspirasi
yang diberikan Muhammad. Perluasan mungkin saja bisa terjadi, tetapi tidaklah
akan sampai sebesar itu kalau saja tanpa kepemimpinan `Umar yang brilian.
Memang akan merupakan kejutan --buat
orang Barat yang tidak begitu mengenal `Umar-- membaca penempatan orang ini
lebih tinggi dari pada orang-orang kenamaan seperti Charlemagne atau Julius
Caesar dalam urutan daftar buku ini. Soalnya, penaklukan oleh bangsa Arab di
bawah pimpinan `Umar lebih luas daerahnya dan lebih tahan lama dan lebih
bermakna ketimbang apa yang diperbuat oleh Charlemagne maupun Julius Caesar.