Sahabat yang memeluk Islam dari sejak dini sempat mengikuti emigrasi ke Abessinia kemudian hijrah ke Madinah. Beliau sempat mengikuti penaklukan daerah Syam (Suriah dan sekitarnya), tapi malang beliau tertawan oleh pasukan Romawi dalam penyerbuan di Kaisariah. Beliau meninggal di Mesir di masa pemerintahan Utsman bin Affan.
- Home
- ADMIN
- HADIST
- Ibadah-Sifat Sholat Nabi
- Himpunan Hadist Qudsi
- Ringkasan Shahih Bukhari
- Hadits Shahih Muslim
- Shahih Adabul Mufrad
- Ringkasan Syarah Arba’in An-Nawawi
- Kitab Hadits Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam
- 1100 Hadits Terpilih
- Al Showah
- Hishnul Muslim
- Kitab Tauhid - Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At Tamimi
- .........
- Al-Qur'an
- BIOGRAFI TOKOH
- ARTIKEL
- DOWNLOAD
Abdullah bin Khuzafah As Sahmi (Wafat 28 H)
Sahabat yang memeluk Islam dari sejak dini sempat mengikuti emigrasi ke Abessinia kemudian hijrah ke Madinah. Beliau sempat mengikuti penaklukan daerah Syam (Suriah dan sekitarnya), tapi malang beliau tertawan oleh pasukan Romawi dalam penyerbuan di Kaisariah. Beliau meninggal di Mesir di masa pemerintahan Utsman bin Affan.
Seorang sahabat yang dikenal dengan Abdullah ibnu Huzhafah
as-Sahmi. Sejarah telah mencatat sepak terjang laki-laki ini sebagaimana
pahlawan yang tidak pernah hilang dari benak orang Arab, bahkan Islam amat
berjasa kepada Abdullah ibnu Huzhafah dengan mempertemukannya dengan para
pemimpin dunia pada masa hidupnya seperti Kisra Parsi dan Kaisar Rum. Kisah
Abdullah ibnu Huzhafah dengan kedua raja itu merupakan cerita yang tidak akan
terlupakan sepanjang masa dan akan senantiasa terukir di dalam sejarah.
Kisah dengan Kisra Raja Parsi terjadi tahun 6 H ketika Nabi
berniat untuk mengutus beberapa sahabat beliau untuk menyampaikan surat-surat
kepada raja-raja non-Arab untuk mengajak mereka memeluk Islam. Dan Rasulullah
amat mengetahui risiko dari tugas-tugas itu. Para utusan tersebut akan pergi
menuju daerah-daerah yang ditentukan oleh Nabi yang belum pernah mereka tempuh
sebelumnya. Para utusan tadi tidak menguasai bahasa mereka dan tidak mengetahui
bagaimana karakter raja-raja tersebut. Mereka akan mengajak raja-raja tersebut
untuk meninggalkan agama mereka, melepaskan wibawa dan kekuasaan mereka,
selanjutnya memeluk suatu agama yang sebelum ini pengikutnya berasal dari
masyarakat mereka sendiri. Ini merupakan perjalanan yang amat berisiko. Hidup
dan kembali dengan selamat atau mati di sana.
Karena tugas yang mulia dan berat ini, Rasulullah mengumpulkan
para sahabat beliau dan berkhotbah di depan mereka. Setelah mengucapkan hamdalah
membaca syahadat, Rasulullah berkata, “Amma ba’du. Sesungguhnya aku berniat
untuk mengutus sebagian kalian kepada para raja non-Arab. Maka janganlah kalian
berseteru dengan mereka sebagaimana kaum bani Israel terhadap Isa ibnu
Maryam.”
Para sahabat berkata kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam, “Wahai Rasulullah, kami akan melaksanakan apa yang engkau
inginkan. Maka utuslah siapa saja dari kami yang engkau kehendaki.”
Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam. memilih enam orang sahabat
beliau untuk menyampaikan surat dakwah kepada para raja Arab dan non-Arab. Salah
seorang dari mereka adalah Abdullah ibnu Huzhafah as-Sahmi. Ia diutus untuk
menyampaikan surat Nabi kepada Kisra Raja Persia.
Abdullah ibnu Huzhafah telah mempersiapkan perjalanannya. Ia
meninggalkan istri serta anaknya. Dalam perjalanan, ia naik-turun bukit dan
lembah seorang diri. Tiada yang menemaninya selain Allah Subhanahu wa Ta’ala
hingga akhirnya ia menginjakkan kaki di perumahan Parsi. Ia kemudian meminta
izin untuk menemui raja mereka, salah seorang pengawal mengambil surat yang
dibawanya.
Ketika itu, Kisra menyuruh pengawal memanggil para pejabat
istana untuk menghadiri majelis. Mereka pun hadir semuanya. Setelah itu,
Abdullah ibnu Huzhafah diizinkan memasuki istana.
Abdullah masuk menemui Kisra hanya dengan memakai pakaian yang
tipis, selendang yang dijahit tebal. Ia begitu mencerminkan kesederhanaan orang
Arab.
Akan tetapi, ia adalah seorang yang tinggi tegap, bahunya lebar
dan berisi karena kemuliaan Islam, di hatinya terhunjam kuat keimanan. Ketika
Kisra melihatnya dengan mantap dan menyuruh salah seorang pengawalnya mengambil
surat yang ada di tangannya, Abdullah berkata, “Tidak. Rasulullah menyuruhku
untuk menyerahkannya kepadamu langsung dan aku tidak mau menyalahi amanah
Rasulullah.”
Kisra pun berkata kepada pengawalnya, “Biarkanlah dia
memberikannya kepadaku.”
Lalu Abdullah mendekati Kisra dan menyerahkan surat tersebut.
Kemudian Kisra memanggil seorang penulis bangsa Arab dari Hirah dan menyuruhnya
untuk membuka surat yang ada di tangannya dan membacakan surat tersebut
kepadanya.
Bismillahirhamanirrahim.
Dari Muhammad Rasulullah kepada Kisra yang agung Raja Parsi,
keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk.
Tatkala Kisra mendengar potongan kalimat tersebut, bergejolaklah api kemarahan menyesakkan dadanya. Mukanya memerah, keluarlah keringatnya karena marah, karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memulai suratnya dengan namanya sendiri. Kisra langsung merebut surat itu dan merobeknya tanpa ingin mengetahui lanjutan isi surat tersebut. Ia berkata dengan nada marah, “Apakah ia menulis ini untukku, padahal ia adalah hambaku?”
Kemudian ia mengusir Abdullah ibnu Huzhafah dari istana.
Abdullah pun langsung keluar. Abdullah ibnu Huzhafah keluar dari istana Kisra
dan ia tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya. Dibunuh atau dibiarkan
bebas? Akan tetapi, ia tetap yakin dan berkata, “Demi Allah, aku tak peduli
apa yang akan terjadi setelah aku menyampaikan surat Rasul.”
Lalu ia pun menunggangi kudanya dan pergi. Setelah kemarahan
Kisra reda, ia menyuruh pengawalnya untuk memanggil Abdullah, tetapi Abdullah
sudah tidak ada. Mereka mencari-carinya di setiap tempat. Mereka mencarinya di
jalan menuju Arab dan mereka hanya mendapati bekas jejaknya.
Ketika Abdullah menghadap Rasul, ia menceritakan apa yang telah
terjadi tentang Kisra yang merobek surat beliau. Mendengar hal itu, Rasul hanya
berkata, “Allah akan menghancurkan kerajaannya.”
Kemudian, Kisra menyuruh wakilnya, Badzan, di Yaman untuk
mengutus dua orang kuat dari Hijaz untuk menyusul Abdullah dan membawanya
kembali. Lalu Badzan mengutus dua orang laki-laki pilihannya menemui Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam untuk menyampaikan sebuah surat. Surat tersebut
berisi agar Rasul membiarkan orang tersebut membawa Abdullah ke Kisra segera.
Badzan meminta dua orang tersebut menemui Rasul dan mengutarakan urusannya.
Maka dua orang itu pun segera berangkat. Ketika sampai di
Thaif, ia menjumpai para pedagang Quraisy dan bertanya kepada mereka tentang
Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam. Mereka menjawab, “Ia sekarang ada di
Yatsrib.”
Para pedagang tadi membawa berita gembira tersebut ke Mekah.
Mereka menceritakan berita baik itu kepada kaum Quraisy dan berkata,
“Bergembiralah. Sesungguhnya, Kisra akan menghalangi Muhammad dan akan
menghentikan dakwahnya.”
Sedangkan dua orang utusan itu terus melanjutkan perjalanan ke
Madinah. Setelah menemui Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, mereka memberikan
surat Badzan dan berkata, “Maharaja Kisra menulis surat kepada raja kami,
Badzan, untuk menjemput kembali orang yang datang kepadanya beberapa hari yang
lalu. Kami datang untuk menjemputnya. Jika engkau mengizinkan, Kisra mengucapkan
terima kasih kepadamu dan membatalkan niatnya untuk menyerangmu. Jika engkau
enggan mengizinkannya, maka dia sebagaimana engkau ketahui, kekuatannya akan
memusnahkanmu dan kaummu.”
Rasulullah pun tersenyum dan berkata kepada utusan itu,
“Sekarang pulanglah kalian berdua dan besok kembali lagi.”
Keesokan harinya, utusan itu kembali menemui Nabi Shalallahu
‘alaihi wasallam dan berkata, “Apakah engkau telah mempersiapkan apa yang
akan kami bawa menemui Kisra?”
Nabi berkata, “Kalian berdua tidak akan menemui Kisra
setelah hari ini. Allah akan membunuhnya. Pada malam ini, bulan ini, anaknya,
Syirawaih akan membunuhnya.”
Mereka menatap tajam wajah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wasallam, mereka terlihat sangat geram lalu berkata, “Kau sadar apa yang kau
ucapkan? Kami akan mengadukannya kepada Badzan.”
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Silakan!
Katakan kepadanya, ‘Agamaku akan sampai dan tersebar di kerajaan Kisra.’ Dan
kamu, jika engkau masuk Islam aku akan menjadikanmu raja bagi kaummu.”
Kedua utusan itu pergi dari hadapan Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wasallam. Mereka langsung menemui Badzan dan menceritakan apa yang telah
terjadi. Badzan berkata, “Jika benar apa yang kalian katakan, berarti ia
benar adalah seorang Nabi. Jika tidak, kita akan lihat apa yang akan
terjadi.”
Belum lama mereka bersama Badzan, datanglah surat dari
Syirawaih, “Aku telah membunuh Kisra untuk membalaskan dendam kaum kami. Ia
telah membunuh orang yang kami muliakan, menawan para wanita kami, dan merampas
harta-harta kami. Jika surat ini datang ke tanganmu, maka aku sekarang adalah
raja kalian.”
Setelah membaca surat itu, ia membuangnya dan langsung
menyatakan memeluk Islam, kemudian orang-orang Furs dan Yaman juga memeluk
Islam.
Begitulah sekilas kisah pertemuan antara Abdullah ibnu Huzhafah
dan Kisra Parsi. Lalu bagaimanakah kisah pertemuannya dengan Kaisar Agung Rum?
Pertemuannya itu terjadi pada masa khalifah Umar ibnul Khaththab radhiyallahu
‘anhu.. Peristiwa itu merupakan kisah yang amat mengagumkan.
Pada tahun 19 H, Umar ibnul Khaththab mengutus pasukan
memerangi Romawi. Salah seorang di antara mereka adalah Abdullah ibnu Huzhafah
as-Sahmi. Saat itu, Kaisar Agung Romawi mengetahui kabar kedatangan pasukan
muslimin, kekuatan iman yang ada di dalam dada mereka, keyakinan teguh mereka,
serta keikhlasan atas diri mereka di jalan Allah.
Lalu ia menyuruh pasukannya jika menang atas pasukan muslimin
untuk membawa hidup-hidup tawanan kepadanya dan Allah menakdirkan Abdullah ibnu
Huzhafah termasuk dalam tawanan pasukan Romawi itu. Mereka membawa Huzhafah
menghadap Kaisar. Mereka berkata, “Orang ini adalah tawanan dari sahabat
Muhammad yang telah lama memeluk Islam. Kami membawanya untukmu.”
Raja Romawi menatap Abdullah ibnu Huzhafah dalam-dalam dan
berkata, “Aku akan menawarkan kepadamu sesuatu?”
Abdullah menjawab, “Apa itu?”
Raja Romawi tadi, “Aku menawarkanmu untuk memeluk Nasrani.
Jika engkau lakukan, aku akan membebaskanmu dan memberimu kemuliaan.”
Berkatalah Abdullah, “Enyahlah, sesungguhnya, kematian
lebih aku sukai seribu kali lipat daripada apa yang engkau tawarkan.”
Kaisar pun berkata, “Tetapi aku melihatmu sebagai seorang
laki-laki yang kesatria. Jika kau mengabulkan tawaranku, aku akan membagimu
kerajaanku dan menjadikanmu pemimpin.”
Tersenyumlah Abdullah yang terikat itu dan berkata, “Demi
Allah, seandainya engkau pun akan memberikan seluruh kerajaanmu dan seluruh
kerajaan yang ada di Arab agar aku meninggalkan agama Muhammad, sungguh tidak
akan pernah aku lakukan.”
Raja itu kemudian berkata, “Aku akan membunuhmu!”
Abdullah menjawab, “Silakan kerjakan apa yang kau inginkan.”
Lalu Kaisar menyuruh pengawalnya untuk menyalib Abdullah. Ia
berkata kepada algojonya, “Panahlah dari dekat mulai dari
tangannya.”
Raja Romawi itu terus menawarkan Abdullah untuk memeluk
Nasrani, tetapi Abdullah tetap dalam pendiriannya.
Raja itu berkata lagi, “Panahlah kedua kakinya,” sambil terus
menawarkan Abdullah agar meninggalkan agama Muhammad. Akan tetapi, Abdullah
tetap dalam pendiriannya.
Lalu Raja Romawi tadi memerintahkan untuk berhenti dan
menurunkan Abdullah dari tiang salib. Kemudian ia memerintahkan untuk mengambil
kuali besar dan memasukkan minyak ke dalamnya. Lalu kuali itu dipanaskan di
perapian. Dan ia menyuruh membawa para tawanan dan melemparkannya salah seorang
mereka ke dalamnya, sehingga dagingnya remuk dan meleleh hingga tulangnya
kelihatan.
Lalu Kaisar menoleh kepada Abdullah ibnu Huzhafah dan
mengajaknya untuk memeluk Nasrani. Tetapi hasilnya, Abdullah semakin mantap
dengan pendiriannya.
Ketika kaisar telah putus asa, ia memerintahkan untuk
melemparkan Abdullah ke dalam kuali yang telah dimasuki dua orang sahabatnya.
Ketika akan masuk, ia menangis dan air matanya bercucuran. Para pengawal tadi
pun memberi tahu Raja Romawi tadi bahwa Abdullah menangis.
Raja Romawi itu mengira bahwa Abdullah takut dan berkata,
“Kembalikan ia kepadaku.”
Ketika berada di depan Raja Romawi, ia kembali menawarkannya
memeluk Nasrani, tetapi Abdullah tetap enggan. Kaisar berkata, “Celakalah
engkau! Lalu apa yang membuatmu menangis?”
Abdullah berkata, “Yang membuatku menangis adalah bahwa aku
berkata kepada diriku, ‘Sekarang kau dilemparkan ke kuali ini dan kau pun mati,
sedang aku ingin sekali memiliki nyawa yang banyak bagi jasadku, sehingga
semuanya dilemparkan ke dalam kuali di jalan Allah.’”
Kaisar lalu berkata, “Maukah engkau mencium dahiku dan aku
akan melepaskanmu?”
Abdullah berkata, “Engkau akan melepaskan semua kaum
muslimin?”
Kaisar berkata, “Ya, semua kaum muslimin.”
Abdullah berkata, “Aku berkata di dalam hatiku. Ia adalah
musuh Allah, aku mencium dahinya lalu ia melepaskanku dan semua kaum muslimin,
hal itu tak ada masalah bagiku.”
Lalu ia mendekat dan mencium dahinya. Kemudian Kaisar
melepaskannya dan semua kaum muslimin.
Setelah peristiwa itu, Abdullah ibnu Huzhafah datang menghadap
Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu … Lalu ia menceritakan semua yang
dialaminya. Mendengar cerita itu, Umar al-Faruq amat senang.
Ketika ia melihat para tawanan, ia berkata, “Setiap muslim
wajib mencium dahi Abdullah ibnu Huzhafah. Dan akulah yang akan mencium pertama
kali.” Kemudian ia berdiri dan mencium dahinya.
Sumber : - Shuwar min Hayaatis Shahabah, karya Doktor ‘Abdurrahman Ra’fat Basya. |
Label:
Shahabat Rasulullah